15 Tahun Reformasi
Sejarah
Reformasi 1998 Sahabat Sekalian pada kesempatan kali ini Kata Ilmu akan
share artikel mengenai Sejarah Reformasi tahun 1998. Banyak hal yang
mendorong timbulnya reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru, terutama terletak pada
ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum. Tekad Orde Baru pada awal
kemunculannya pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Setelah Orde Baru memegang tumpuk kekuasaan dalam
mengendalikan pemerintahan, muncul suatu keinginan untuk terus menerus mempertahankan
kekuasaannya atau status quo. Hal ini menimbulkan akses-akses nagatif, yaitu
semakin jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut. Akhirnya penyelewengan dan
penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang terdapat
pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh pemerintah Orde Baru.
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan
menimbulkan permasalahan politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan
sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak di pegang oleh para penguasa. Dalam
UUD 1945 Pasal 2 telah disebutkan bahwa “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan
dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR”. Pada dasarnya secara de jore (secara hukum)
kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil dari rakyat,
tetapi secara de facto (dalam kenyataannya) anggota MPR sudah diatur dan
direkayasa, sehingga sebagian besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan ikatan
kekeluargaan (nepotisme).
Keadaan seperti ini mengakibatkan munculnya rasa tidak
percaya kepada institusi pemerintah, DPR, dan MPR. Ketidak percayaan itulah
yang menimbulkan munculnya gerakan reformasi. Gerakan reformasi menuntut untuk
dilakukan reformasi total di segala bidang, termasuk keanggotaan DPR dam MPR
yang dipandang sarat dengan nuansa KKN.
Gerakan reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaharuan
terhadap lima paket undang-undang politik yang dianggap menjadi sumber
ketidakadilan, di antaranya :
·
UU No. 1 Tahun 1985
tentang Pemilihan Umum
·
UU No. 2 Tahun 1985
tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR / MPR
·
UU No. 3 Tahun 1985
tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
·
UU No. 5 Tahun 1985
tentang Referendum
·
UU No. 8 Tahun 1985
tentang Organisasi Massa.
Perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional dianggap
telah menimbulkan ketimpangan ekonomi yang lebih besar. Monopoli sumber ekonomi
oleh kelompok tertentu, konglomerasi, tidak mempu menghapuskan kemiskinan pada
sebagian besar masyarakat Indonesia. Kondisi dan situasi Politik di tanah air
semakin memanas setelah terjadinya peristiwa kelabu pada tanggal 27 Juli 1996.
Peristiwa ini muncul sebagai akibat terjadinya pertikaian di dalam internal
Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Krisis politik sebagai faktor penyebab terjadinya gerakan
reformasi itu, bukan hanya menyangkut masalah sekitar konflik PDI saja, tetapi
masyarakat menuntut adanya reformasi baik didalam kehidupan masyarakat, maupun
pemerintahan Indonesia. Di dalam kehidupan politik, masyarakat beranggapan
bahwa tekanan pemerintah pada pihak oposisi sangat besar, terutama terlihat
pada perlakuan keras terhadap setiap orang atau kelompok yang menentang atau
memberikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil atau dilakukan oleh
pemerintah. Selain itu, masyarakat juga menuntut agar di tetapkan tentang
pembatasan masa jabatan Presiden.
Terjadinya ketegangan politik menjelang pemilihan umum
tahun 1997 telah memicu munculnya kerusuhan baru yaitu konflik antar agama dan
etnik yang berbeda. Menjelang akhir kampanye pemilihan umum tahun 1997, meletus
kerusuhan di Banjarmasin yang banyak memakan korban jiwa.
Pemilihan umum tahun 1997 ditandai dengan kemenangan Golkar
secara mutlak. Golkar yang meraih kemenangan mutlak memberi dukungan terhadap
pencalonan kembali Soeharto sebagai Presiden dalam Sidang Umum MPR tahun 1998 –
2003. Sedangkan di kalangan masyarakat yang dimotori oleh para mahasiswa
berkembang arus yang sangat kuat untuk menolak kembali pencalonan Soeharto
sebagai Presiden.
Dalam Sidang Umum MPR bulan Maret 1998 Soeharto terpilih
sebagai Presiden Republik Indonesia dan BJ. Habibie sebagai Wakil Presiden.
Timbul tekanan pada kepemimpinan Presiden Soeharto yang dating dari para
mahasiswa dan kalangan intelektual.
Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat
banyak ketidakadilan. Sejak munculnya gerakan reformasi yang dimotori oleh
kalangan mahasiswa, masalah hukum juga menjadi salah satu tuntutannya.
Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar dapat mendudukkan
masalah-masalah hukum pada kedudukan atau posisi yang sebenarnya.
Krisi moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara
sejak bulan Juli 1996, juga mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia.
Ekonomi Indonesia ternyata belum mampu untuk menghadapi krisi global tersebut.
Krisi ekonomi Indonesia berawal dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap
dollar Amerika Serikat.
Ketika nilai tukar rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan
ekonomi Indonesia menjadi 0% dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin
bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia mengalami keterpurukan yaitu dengan
dilikuidasainya sejumlah bank pada akhir tahun 1997. Sementara itu untuk
membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (KLBI). Ternyata udaha yang dilakukan pemerintah ini tidak
dapat memberikan hasil, karena pinjaman bank-bank bermasalah tersebut semakin
bertambah besar dan tidak dapat di kembalikan begitu saja.
Krisis moneter tidak hanya menimbulkan kesulitan keuangan
Negara, tetapi juga telah menghancurkan keuangan nasional.
Memasuki tahun anggaran 1998 / 1999, krisis moneter telah
mempengaruhi aktivitas ekonomi yang lainnya. Kondisi perekonomian semakin
memburuk, karena pada akhir tahun 1997 persedian sembilan bahan pokok sembako
di pasaran mulai menipis. Hal ini menyebabkan harga-harga barang naik tidak
terkendali. Kelaparan dan kekurangan makanan mulai melanda masyarakat. Untuk
mengatasi kesulitan moneter, pemerintah meminta bantuan IMF. Namun, kucuran
dana dari IMF yang sangat di harapkan oleh pemerintah belum terelisasi,
walaupun pada 15 januari 1998 Indonesia telah menandatangani 50 butir
kesepakatan (letter of intent atau Lol) dengan IMF.
Faktor lain yang menyebabkan krisis ekonomi yang melanda
Indonesia tidak terlepas dari masalah utang luar negeri.
Utang Luar Negeri Indonesia Utang luar negeri Indonesia
menjadi salah satu faktor penyebab munculnya krisis ekonomi. Namun, utang luar
negeri Indonesia tidak sepenuhnya merupakan utang Negara, tetapi sebagian lagi
merupakan utang swasta. Utang yang menjadi tanggungan Negara hingga 6 februari
1998 mencapai 63,462 miliar dollar Amerika Serikat, utang pihak swasta mencapai
73,962 miliar dollar Amerika Serikat.
Akibat dari utang-utang tersebut maka kepercayaan luar
negeri terhadap Indonesia semakin menipis. Keadaan seperti ini juga dipengaruhi
oleh keadaan perbankan di Indonesia yang di anggap tidak sehat karena adanya
kolusi dan korupsi serta tingginya kredit macet.
Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945 Pemerintah Orde Baru
mempunyai tujuan menjadikan Negara Republik Indonesia sebagai Negara industri,
namun tidak mempertimbangkan kondisi riil di masyarakat. Masyarakat Indonesia
merupakan sebuah masyarakat agrasis dan tingkat pendidikan yang masih rendah.
Sementara itu, pengaturan perekonomian pada masa
pemerintahan Orde Baru sudah jauh menyimpang dari sistem perekonomian
Pancasila. Dalam Pasal 33 UUD 1945 tercantum bahwa dasar demokrasi ekonomi,
produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan
anggota-anggota masyarakat. Sebaliknya, sistem ekonomi yang berkembang pada
masa pemerintahan Orde Baru adalah sistem ekonomi kapitalis yang dikuasai oleh
para konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoly, dan diwarnai
dengan korupsi dan kolusi.
Pola Pemerintahan Sentralistis Sistem pemerintahan yang
dilaksanakan oleh pemerintah Orde Baru bersifat sentralistis. Di dalam pelaksanaan
pola pemerintahan sentralistis ini semua bidang kehidupan berbangsa dan
bernegara diatur secara sentral dari pusat pemerintah yakni di Jakarta.
Pelaksanaan politik sentralisasi yang sangat menyolok
terlihat pada bidang ekonomi. Ini terlihat dari sebagian besar kekayaan dari
daerah-daerah diangkut ke pusat. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan pemerintah
dan rakyat di daerah terhadap pemerintah pusat. Politik sentralisasi ini juga
dapat dilihat dari pola pemberitaan pers yang bersifat Jakarta-sentris, karena
pemberitaan yang berasala dari Jakarta selalu menjadi berita utama. Namun
peristiwa yang terjadi di daerah yang kurang kaitannya dengan kepentingan pusat
biasanya kalah bersaing dengan berita-barita yang terjadi di Jakarta dalam
merebut ruang, halaman, walaupun yang memberitakan itu pers daerah.
Demontrasi di lakukan oleh para mahasiswa bertambah gencar
setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada
tanggal 4 Mei 1998. Puncak aksi para mahasiswa terjadi tanggal 12 Mei 1998 di
Universitas Trisakti Jakarta. Aksi mahasiswa yang semula damai itu berubah
menjadi aksi kekerasan setelah tertembaknya empat orang mahasiswa Trisakti
yaitu Elang Mulia Lesmana, Heri Hartanto, Hendriawan Lesmana, dan Hafidhin
Royan.
Tragedi Trisakti itu telah mendorong munculnya solidaritas
dari kalangan kampus dan masyarakat yang menantang kebijakan pemerintahan yang
dipandang tidak demokratis dan tidak merakyat.
Soeharto kembali ke Indonesia, namun tuntutan dari
masyarakat agar Presiden Soeharto mengundurkan diri semakin banyak disampaikan.
Rencana kunjungan mahasiswa ke Gedung DPR / MPR untuk melakukan dialog dengan
para pimpinan DPR / MPR akhirnya berubah menjadi mimbar bebas dan mereka
memilih untuk tetap tinggal di gedung wakil rakyat tersebut sebelum tuntutan
reformasi total di penuhinya. Tekanan-tekanan para mahasiswa lewat
demontrasinya agar presiden Soeharto mengundurkan diri akhirnya mendapat
tanggapan dari Harmoko sebagai pimpinan DPR / MPR. Maka pada tanggal 18 Mei
1998 pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Soeharto
mengundurkan diri.
Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh
agama, tokoh-tokoh masyarakat di Jakarta. Kemudian Presiden mengumumkan tentang
pembentukan Dewan Reformasi, melakukan perubahan kabinet, segera melakukan
Pemilihan Umum dan tidak bersedia dicalonkan kembali sebagai Presiden.
Dalam perkembangannya, upaya pembentukan Dewan Reformasi
dan perubahan kabinet tidak dapat dilakukan. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998
Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri/berhenti sebagai Presiden
Republik Indonesia dan menyerahkan Jabatan Presiden kepada Wakil Presiden
Republik Indonesia, B.J. Habibie dan langsung diambil sumpahnya oleh Mahkamah
Agung sebagai Presiden Republik Indonesia yang baru di Istana Negara.[ki]
Faktor
Pendorong Terjadinya Reformasi
1)
Faktor politik
meliputi hal-hal berikut.
a)
Adanya KKN (Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme) dalam kehidupan pemerintahan.
b)
Adanya rasa tidak
percaya kepada pemerintah Orba yang penuh dengan nepotisme dan kronisme serta
merajalelanya korupsi.
c)
Kekuasaan Orba di
bawah Soeharto otoriter tertutup.
d)
Adanya keinginan
demokratisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
e)
Mahasiswa
menginginkan perubahan.
2)
Faktor ekonomi,
meliputi hal-hal berikut.
a) Adanya
krisis mata uang rupiah.
b) Naiknya
harga barang-barang kebutuhan masyarakat.
c) Sulitnya
mendapatkan barang-barang kebutuhan pokok.
3)
Faktor sosial
masyarakat :
adanya kerusuhan tanggal 13 dan 14 Mei 1998 yang
melumpuhkan perekonomian rakyat.Krisis ekonomi dan politik pada masa pemerintahan orde baru berdampak
pada kehidupan sosial di Indonesia. Muncul peristiwa pembunuhan dukun santet di
Situbondo, perang saudara di Ambon, peristiwa Sampit, beredar luasnya narkoba,
meningkatnya kejahatan, pembunuhan, pelacuran. Hal tersebut membuat
diperlukannya tindakan yang cepat dan tepat.
4)
Faktor hukum : belum
adanya keadilan dalam perlakuan hukum yang sama di antara warga negara.
Berikut adalah
beberapa pemaparan peristiwa reformasi yang mengakhiri kekuasaan Soeharto di
Indonesia:
5 Maret 1998
Dua puluh mahasiswa Universitas Indonesia mendatangi
Gedung DPR/MPR untuk menyatakan penolakan terhadap pidato pertanggungjawaban
presiden yang disampaikan pada Sidang Umum MPR dan menyerahkan agenda reformasi
nasional. Mereka diterima dan didukung oleh Fraksi ABRI.
11 Maret
1998
Soeharto dan BJ Habibie disumpah menjadi Presiden dan
Wakil Presiden
14 Maret
1998
Soeharto mengumumkan kabinet baru yang dinamai Kabinet
Pembangunan VII.
15 April 1998
15 April 1998
Soeharto meminta mahasiswa mengakhiri protes dan kembali
ke kampus karena sepanjang bulan ini mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi
swasta dan negeri melakukan unjuk rasa menuntut dilakukannya reformasi politik.
18 April
1998
Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI Jendral
Purn. Wiranto dan 14 menteri Kabinet Pembangunan VII mengadakan dialog dengan
mahasiswa di Pekan Raya Jakarta namun cukup banyak perwakilan mahasiswa dari
berbagai perguruan tinggi yang menolak dialog tersebut.
1 Mei 1998
Soeharto melalui Menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri
Penerangan Alwi Dachlan mengatakan bahwa reformasi baru bisa dimulai tahun
2003.
2 Mei 1998
Pernyataan itu diralat dan kemudian dinyatakan bahwa
Soeharto mengatakan reformasi bisa dilakukan sejak sekarang (tahun 1998).
4 Mei 1998
Mahasiswa di Medan, Bandung dan Yogyakarta menyambut
kenaikan harga bahan bakar minyak (2 Mei 1998) dengan demonstrasi
besar-besaran. Demonstrasi itu berubah menjadi kerusuhan saat para demonstran
terlibat bentrok dengan petugas keamanan. Di Universitas Pasundan Bandung,
misalnya, 16 mahasiswa luka akibat bentrokan tersebut.
5 Mei 1998
Demonstrasi mahasiswa besar - besaran terjadi di Medan
yang berujung pada kerusuhan.
9 Mei 1998
9 Mei 1998
Soeharto berangkat ke Kairo, Mesir untuk menghadiri
pertemuan KTT G -15. Ini merupakan lawatan terakhirnya keluar negeri sebagai
Presiden RI.
12 Mei 1998
Aparat keamanan menembak empat mahasiswa Trisakti yang
berdemonstrasi secara damai. Keempat mahasiswa tersebut ditembak saat berada di
halaman kampus.
13 Mei 1998
13 Mei 1998
Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta,
Bogor, Tangerang, dan Bekasi datang ke Kampus Trisakti untuk menyatakan duka
cita. Kegiatan itu diwarnai kerusuhan.
14 Mei 1998
Soeharto seperti dikutip koran, mengatakan bersedia
mengundurkan diri jika rakyat menginginkan. Ia mengatakan itu di depan
masyarakat Indonesia di Kairo. Sementara itu kerusuhan dan penjarahan terjadi
di beberapa pusat perbelanjaan di Jabotabek seperti Supermarket Hero, Super
Indo, Makro, Goro, Ramayana dan Borobudur. Beberapa dari bangunan pusat
perbelanjaan itu dirusak dan dibakar. Sekitar 500 orang meninggal dunia akibat
kebakaran yang terjadi selama kerusuhan terjadi.
15 Mei 1998
Soeharto tiba di Indonesia setelah memperpendek
kunjungannya di Kairo. Ia membantah telah mengatakan bersedia mengundurkan
diri. Suasana Jakarta masih mencekam. Toko-toko banyak ditutup. Sebagian warga
pun masih takut keluar rumah.
16 Mei 1998
Warga asing berbondong-bondong kembali ke negeri mereka.
Suasana di Jabotabek masih mencekam.
19 Mei 1998
Soeharto memanggil sembilan tokoh Islam seperti Nurcholis
Madjid,
Abdurrahman Wahid, Malik Fajar, dan KH Ali Yafie. Dalam
pertemuan yang berlangsung selama hampir 2,5 jam (molor dari rencana semula
yang hanya 30 menit) itu para tokoh membeberkan situasi terakhir, dimana eleman
masyarakat dan mahasiswa tetap menginginkan Soeharto mundur.
Permintaan tersebut ditolak Soeharto. Ia lalu mengajukan
pembentukan Komite Reformasi. Pada saat itu Soeharto menegaskan bahwa ia tak
mau dipilih lagi menjadi presiden. Namun hal itu tidak mampu meredam aksi massa,
mahasiswa yang datang ke Gedung MPR untuk berunjukrasa semakin banyak.
Sementara itu Amien Rais mengajak massa mendatangi Lapangan Monumen Nasional untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional.
Sementara itu Amien Rais mengajak massa mendatangi Lapangan Monumen Nasional untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional.
20 Mei 1998
Jalur jalan menuju Lapangan Monumen Nasional diblokade
petugas dengan pagar kawat berduri untuk mencegah massa masuk ke komplek
Monumen Nasional namun pengerahan massa tak jadi dilakukan. Pada dinihari Amien
Rais meminta massa tak datang ke Lapangan Monumen Nasional karena ia khawatir
kegiatan itu akan menelan korban jiwa. Sementara ribuan mahasiswa tetap
bertahan dan semakin banyak berdatangan ke gedung MPR / DPR. Mereka terus
mendesak agar Soeharto mundur.
21 Mei 1998
Di Istana Merdeka, Kamis, pukul 09.05 Soeharto
mengumumkan mundur dari kursi Presiden dan BJ. Habibie disumpah menjadi
Presiden RI ketiga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar