Total Tayangan Halaman

Rabu, 29 Februari 2012

metodologi study islam


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Tidak disangsikan lagi bagi umat islam bahwa Al qur’an adalah sumber yang asasi bagi syari’at islam. Dari al qur’anlah dasar dasar hukum islam beserta cabang cabangnya digali.
Agama islam, datang dengan  Al qur’anya membuka lebar lebar mata manusia, agar mereka menyadari jati diri dan hakekat keberadaan mereka dipentas bumi ini. Juga, agar mereka tidak terlena dengan kehidupan ini, sehingga mereka tidak menduga bahwa hidup mereka hanya dimulai dengan kelahiran mereka dan berakhir dengan kematian.
Al qur’an mengajak mereka berpikir tenteng kekuasaan Alloh. Dan dengan berbagai dalil, kitab suci juga mengajak mereka untuk membuktikan keharusan adanya hari kebangkitan, dan bahwa kebahagiaan mereka pada hari itu akan ditentukan oleh persesuaian sikap hidup mereka dengan apa yang dikehendaki oleh sang pencipta, Alloh yang maha kuasa.
1.2  Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas dapat  dirumuskan masalahnya :
1.      Bagaimanakah al qur’an sebagai sumber hukum islam pertama ?
2.      Bagaimanakah al hadits sebagai sumber hukum islam kedua ?
3.      Bagaimanakah ijtihhad sebagai sumber hukum islam ?
 


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Al Quran Sebagai Sumber Hukum Pertama
Dasar kehujjahan al quran dan kedudukanya sebagai sumber hukum
            Al qur’an merupakan sumber hukum utama dan menempati kedudukan pertama dari sumber sumber hukum yang lain dan merupakan aturan dasar yang paling tinggi. Sumber hukum maupun ketentuan norma yang ada tidak boleh bertentangan dengan isi Al qur’an.
Sebagaimana yang kita ketahui Al qur’an diturunkan kepada nabi Muhammad SAW dan disampaikan kepada umat manusia adalah untuk wajib diamalkan semua perintahnya dan wajib ditinggalkan segala laranganya. Firman alloh dalam surat an nisa ayat 105
    
!$¯RÎ) !$uZø9tRr& y7øs9Î) |=»tGÅ3ø9$# Èd,ysø9$$Î/ zNä3óstGÏ9 tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# !$oÿÏ3 y71ur& ª!$# 4 Ÿwur `ä3s? tûüÏZͬ!$yù=Ïj9 $VJÅÁyz ÇÊÉÎÈ  
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat,
Èbr&ur Nä3ôm$# NæhuZ÷t/ !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# Ÿwur ôìÎ7®Ks? öNèduä!#uq÷dr& öNèdöx÷n$#ur br& šqãZÏFøÿtƒ .`tã ÇÙ÷èt/ !$tB tAtRr& ª!$# y7øs9Î) ( bÎ*sù (#öq©9uqs? öNn=÷æ$$sù $uK¯Rr& ߃̍ムª!$# br& Nåkz:ÅÁムÇÙ÷èt7Î/ öNÍkÍ5qçRèŒ 3 ¨bÎ)ur #ZŽÏWx. z`ÏiB Ĩ$¨Z9$# tbqà)Å¡»xÿs9 ÇÍÒÈ  
Artinya: Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.
Pedoman Al Qur’an dalam Menetapkan Hukum
                Pedoman Al qur’an dalam  menetapkan hukum sesuai dengan perkembangan dan kemampuan manusia, baik secara fisik maupun rohani.
1.      Tidak memberatkan ( عَدَمُ الحَرَجْ) firman Alloh SWT:
Ÿw ß#Ïk=s3ムª!$# $²¡øÿtR žwÎ) $ygyèóãr 4   
Artinya:. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
 ßƒÌãƒ ª!$# ãNà6Î/ tó¡ãŠø9$# Ÿwur ߃̍ムãNà6Î/ uŽô£ãèø9$# (  
Artinya:  Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. .
2.      Meminimalisir beban ( قِلَّةُ التَّكْلِيْفِ)
Dasar ini merupakan konsekwensi logis dari dasar yang pertama dengan dasar ini kita dapati rukhshah dalam beberapa jenis ibadah seperti menjamak dan mengqashar salat apabila dalam perjalanan dengn syarat yang telah ditentukan.
3.      Beragsur angsur dalam menetapkan hukum (التَدَ رُّجْ )
Al qur’an dalam menetapkan hukum adalah secara bertahap, hal ini dapat kita telusuri dalam hukum haramnya meminum minuman kerasdan sejenisnya.

2.2 Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam Kedua

Kedudukan hadits sebagai sumber hukum islam
            Semua umat islam telah sepakat dengan bulat bahwa hadits rosul adalah sumber dan dasar hukum islam setelah Al qur’an, dan umat islam diwajibkan mengikuti dan mengamalkan  hadits, sebagaimana diwajiibkan mengikuti dan mengamalkan Al qur,an
Al qur’an dan hadits merupakan sumber hukum pokok syari’at yang tetap, dan orang islam tidak akan mungkin bisa memahami syari’at islam secara mendalam dan lengkap tanpa kembali kepada dua sumber tersebut.
a.       Dalil Al qur’an
Banyak  kita jumpai ayat Al qur’an yang menjelaskan tentang kewajiban mempercayai dan menerima segala yang disampaikan oleh rosul kepada umatnya untuk dijadikan pedoman hidup sehari hari, diantaranya ialah :
$¨B tb%x. ª!$# uxuŠÏ9 tûüÏZÏB÷sßJø9$# 4n?tã !$tB öNçFRr& Ïmøn=tã 4Ó®Lym uÏJtƒ y]ŠÎ7sƒø:$# z`ÏB É=Íh©Ü9$# 3 $tBur tb%x. ª!$# öNä3yèÎ=ôÜãŠÏ9 n?tã É=øtóø9$# £`Å3»s9ur ©!$# ÓÉ<tGøgs `ÏB ¾Ï&Î#ß `tB âä!$t±o ( (#qãYÏB$t«sù «!$$Î/ ¾Ï&Î#ßâur 4 bÎ)ur (#qãYÏB÷sè? (#qà)­Gs?ur öNä3n=sù íô_r& ÒOŠÏàtã ÇÊÐÒÈ       
Artinya : Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam Keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasulNya; dan jika kamu beriman dan bertakwa, Maka bagimu pahala yang besar.
b.      Dalil Al Hadits
Salah satu pesan Rosululloh SAW yang berkenaan dengan kewajiban menjadikan hadits sebagai pedoman hidup
تَرَكْتُ فِيْكُمْ اَمَرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةِ نَبِيِّهِ
Artinya : aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, yang kalian tidak akan tersesat selagi kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu kitab alloh dan sunnah rosulnya.(HR Malik)
2.3 Ijtihad
Pengertian ijtihad
Ijtihad menurut bahasa berasal dari kata         اِجْتَهَدَ – يَجْتَهِدُ – اِجْتِهَادًا yang artinya mengerjakan sesuatu dengan sungguh sungguh. Para ahli ushul fiqh merumuskan pengertian ijtihad
بَذْلُ الْجُهْدِ لِلْوُصُوْلِ اِلَى الْحُكْمِ الشَّرْعِيِّ مِنْ دَلِيْلٍ تَفْصِيْلِىِّ مِنَ اْلاَدِلَّةِ الشَرْعِيَّةِ
Artinya;pencurahan segala kemampuan untuk mendapatkan hokum syara’melalui dalil-dalil syara’ pula”
Berdasarkan  rumusan ijtihad diatas, maka ada 3 faktor yang memungkinkan dapat dilakukan ijtihad.
1.Pencurahan segala kemampuan,ini berarti bahwa banyak kemampuan yang dituntut       untuk melakukan ijtihad.Kemampuan-kemampuan itu :
  a)  Mengetahui nash Al-Qur’an dan hadits.
  b)  Mengetahui masalah  ijma’ dan masalah- masalah yang ditetapkan hukumnya 
        melalui ijma’.
  c)  Mengetahui bahasa A rab sebagai dasar memahami Al –Qur’an dan Hadits.
  d) Mengatahui ilmu Ushul Fiqih,karena ilmu ini menjadi  dasar ijma’.
  e) mengetahui nisikh-mansukh,  karena tidak boleh  mengeluarkan hukum berdasarkan
      dalil mansukh. 
  f) Mengetahui kemaslahatan berdasarkan pertimbangan akal sehat.
2.   Sasaran / Objek ijtihad
     Dalil-dalil yang dzani atau peristiwa yang membutuhkan status hukum .
    Seperti:-Bagaimana hukumnya bayi tabung cangkok mata
                -Apa makna suci /haid
3.Hukum Ijtihad
   Menurut Syekh Muhammad   Khudlari bahwa hikum  ijtihad itu dapat di kelompokan
   Menjadi:
a)      Wajib ‘Ain yaitu seseorang yang ditanya tentang suatu masalah , dan masalah itu
Akan hilang sebelum hukumnya diketahui.Atau ia sendiri mengalami suatu peristiwayang ia sendiri juga ingin mengetahui hukumnya .
b)      Wajib Kifayah yaitu apabila seseorang ditanya tentang sesuatu  dan sesuatu  itu
Tidak hilang sebelum di ketahui hukumnya,sedangkan selain dia masih ada mujtahid lain. Apabila seorang mujtahid telah menyelesaikan dan menetapkan hukum sesuatu tersebut, maka kewajiban mujtahid yang lain telah gugur.
c)      Sunnah yaitu ijtihad terhadap suatu masalah atau peristiwa yang belim terjadi . Orang yang berijtihad terhadap mujtahid.
Ijtihad bertujuan menghasilkan hukum syara’. Setiap peristiwa yang terjadi tentu ada dan harus ada hukumnya, sedangkan nash Al qur’an maupun hadits terbatas jumlahnya maka ini berarti harus dilakukan ijtihad sebagai alat penggali hukum.
Ijtihad hanya dibenarkan bagi peristiwa atau hal hal yang tidak ada dalilnya yang qoth’i , atau tidak ada dalilnya sama sekali. Bagi peristiwa yang sudah ada yang tidak ada nashnya sama sekali, caranya adalah dengan qiyas, istihsan, ‘urf dan lain lain.
اِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ اَصَابَ فَلَهُ اَجْرَانِ وَاِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ اَخْطَاءَ فَلَهُ اَجْرٌ
Artinya :” jika seorang hakim menghukum lalu ia berijtihad kemudian ijtihadnya itu benar maka iamendapatkan dua pahala apabila ia menghukum dan berijtihad dan ternyata ijtihadnya salah maka ia mendapat satu pahala (HR Bukhori dan Muslim)

















BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Al qur’an dan hadits merupakan sumber hukum pokok syari’at yang tetap, dan orang islam tidak akan mungkin bisa memahami syari’at islam secara mendalam dan lengkap tanpa kembali kepada dua sumber tersebut.
تَرَكْتُ فِيْكُمْ اَمَرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةِ نَبِيِّهِ
Artinya : aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, yang kalian tidak akan tersesat selagi kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu kitab alloh dan sunnah rosulnya.(HR Malik)
Ijtihad bertujuan menghasilkan hukum syara’. Setiap peristiwa yang terjadi tentu ada dan harus ada hukumnya, sedangkan nash Al qur’an maupun hadits terbatas jumlahnya maka ini berarti harus dilakukan ijtihad sebagai alat penggali hukum.